Nurul Why 
Translator

on Lyrikline: 1 poems translated

from: húngaro to: indonésio

Original

Translation

A fül

húngaro | Kinga Fabó

Mintha egy szentélyhez járulnának, úgy
jönnek, jönnek a füleimhez. Még jó,
hogy szép nagy füleim vannak.
Mélyek, öblösek.
Jönnek a csípő- és kebelméretek.

Jön a magányos. Neki a férjem kell.
Jön a családanya. Ő férjezett, frigid.
Ha éppen nem jön, nyelveket
tanul, meg utazik.
A leszbikus? Ő el se jön. Pedig őt

elcsábítanám. Jobb híján a fülem
hegyezné önmagát. (Jó nagy.)
Nőies nőt elvből nem hívok meg.
Férfiakat sem. Hozzájuk
én megyek.

De nekik is csak a füleim kellenek.
És a szájak? Be nem állnak.
És a fülem? A fülem, az néma.
Csak a fülbevalómat cserélem néha.
A fülemet, azt nem hagyom.

Budapest: Holmi, 1992/1.
Audio production: Petőfi Irodalmi Múzeum

Telinga

indonésio

Seakan-akan telingaku sakramen-sakramen, kerumunan
Muncul, muncul di depan mereka. Untunglah
Aku punya telinga besar yang indah.
Dalam dan berongga.
Ukuran pinggul dan payudara tersembul.

Di sinilah muncul orang kesepian. Dia menginginkan suamiku.
Di sinilah muncul ibu rumah tangga. Dia telah menikah, beku.
Ketika dia tak muncul, dia belajar bahasa,
Jalan-jalan.
Lesbian? Sama sekali tak muncul. Walaupun

Aku bisa saja bercinta dengannya. Jika tidak terjadi,
Telingaku senang sendiri. (Besar juga sih).
Perempuan feminin sungguh tak kuundang.
Maupun laki-laki.
Kuhampiri mereka.

Tapi yang mereka inginkan hanya telingaku.
Dan mulut? Mulut mencerocos melulu.
Dan telingaku? Telingaku bisu.
Aku cuma mengganti anting-antingku dari waktu ke waktu.
Telingaku milikku.

Translated by Narudin

--------------------------------------------------------------------------

Translation 2 

Telinga

Jika kedua telingaku sakramen-sakramen, kegaduhan
muncul, berisik di depan mereka. Untung
Aku memiliki telinga besar yang tajam.
mendengung dan mengiang.
Aku merasakan pinggul dan buah dadaku mengembang.

Di sini datang si kesepian. Dia ingin menjerat suamiku.
Di sini datang si istri. Dia sudah kawin, tak peduli.
Ketika dia tak datang, dia belajar bahasa-bahasa,
pengembaraan.
Lesbiankah? Tak datang jua. Meskipun

Aku akan merayunya. Jika dia tak datang, telingaku
akan mengupingnya. (Besar seperti mereka.)
Aku tidak peduli wanita cantik atau tidaknya.
Laki-laki atau tidaknya. Aku pergi
menemui mereka.

Tapi mereka ingin kedua telingaku.
Dan mulut-mulut? Para penggosip yang cerewet.
Dan telingaku? Telingaku torek.
Aku hanya mengganti anting-antingku berkali-kali.
Telingaku, milikku.

Translated by Bunyamin Fasya

--------------------------------------------------------------------

Translation 3

Telinga

Seolah telingaku menjadi sakramensakramen, sebuah keriuhan
Nampak, nampak di depan mereka. Untunglah
Aku punya telinga baik yang besar.
Bergaung dan bergema.
Pinggul dan payudara mengembang

Di sini datang seseorang yang kesepian. Ia inginkan suamiku.
Di sini datang seorang istri. Ia telah menikah, acuh.
Ketika ia datang, ia belajar bahasa-bahasa
Perjalanan-perjalanan.
Seorang lesbi? Jangan pernah datang. Meskipun

Aku ingin menggodanya. Jika tak ada yang datang
Telingaku akan merecik diri mereka. (Besar seperti mereka)
Aku tidak mengundang perempuan feminin yang mapan.
Atau lelaki manapun. Aku pergi
Menghampirinya.

Tetapi mereka semua ingin telingaku.
Dan mulut-mulut? Pembicara yang ngoceh.
Dan telingaku? Telingaku kini tuli.
Aku hanya merubah pendengaranku dari waktu ke waktu.
Telingaku adalah milikku.

Translated by Pungkit Wijaya

-------------------------------------------------------------------------------

Translation 4

Telinga

Telingaku seperti ritual dalam kuil.
Kebisingan muncul, muncul di depannya.
Untung aku punya telinga besar nan indah.
Dalam dan beruang.
Sebesar pinggul dan buah dada.

Kesepian menyeruak. Inginkan lelakiku.
Menjelma sebagai perempuan. Telah menikah, acuh.
Ketika kesepian tak bergeming, bahasa mengalir.
Berkelana.
Lesbian itu? Tidak datang.

Bagaimana pun aku akan merayunya.
Jika tak ada yang datang, telingaku mengembang sendiri (membesar).
Tak satu pun perempuan yang benar-benar datang.
Tidak jua lelaki.
Aku menghampiri mereka.

Tapi mereka hanya inginkan telingaku.
Dan mulut-mulut itu? Terus meracau.
Dan telingaku? Telingaku tetap sunyi.
Aku hanya mengganti anting-antingku dari waktu ke waktu.
Telingaku, milikku.

Translated by Nurul Why

-----------------------------------------------------------------------

Translation 5

Telinga

Seolah-olah telingaku ialah sakramen, orang banyak
muncul, muncul di depan mereka. Untung saja
kupunya telinga besar nan elok.
Dalam dan berongga.
Ukuran pinggul dan payudara mencuat.

Di sinilah tiba seorang kesepian. Dia menginginkan suamiku.
Di sinilah tiba ibu rumah tangga. Dia telah menikah, teramat dingin.
Ketika ia tak hadir, ia belajar bahasa,
mengembara.
Lesbian? Alpa sama sekali. Kendati

aku bisa saja memerkosanya. Bila baik-baik saja,
Telingaku gembira sendiri. (Besar seperti mereka.)
Wanita feminin kuabaikan.
Maupun laki-laki. aku berlalu
kepada mereka.

Namun yang mereka inginkan sekadar telingaku.
Dan mulut? Pembicara tiada henti.
Dan telingaku? Telingaku bisu.
Kuganti hanya antingku dari waktu ke waktu.
Telingaku milikku.

Translated by Satrio Hadi

------------------------------------------------------------------------

Translation 6

Telinga

Telingaku seperti sebuah ritual dalam kuil, hingga
Kebisingan merasuk ke dalamnya. Untungnya,
Telingaku besar dan indah
Dalam dan berliku
Seperti pinggul dan buah dada yang ranum

Kesepian menyeruak. Ingin ruh setubuh
Muncul sebagai ibu. Yang menikah, tapi tak berhasrat
Saat kesepian tak bergeming, bahasa mengalir,
Mengajakmu berkelana
Lesbian itu? Tak kunjung datang. Sungguh

Memesona. Tanpa yang lain,
Telingaku bergairah dengan sendirinya. ( Betapa hebatnya telinga-telinga itu)
Tak seorang perempuan pun yang benar-benar datang padamu
Tidak jua lelaki. Aku pergi
Menghampiri mereka

Tapi mereka hanya ingin telingaku
Lalu mulut-mulut itu? Tak berhenti meracau
Lalu telingaku? Telingaku, tetap sunyi
Aku hanya mengganti anting-antingku sesekali
Tetap dalam sepi

Translated by DA

Translated by Narudin, Bunyamin Fasya, Pungkit Wijaya, Satrio Hadi, Nurul Why and DA; Racun / Poison. Teras Budaya, 2015.