Dumas

              Pameran buku Jules Verne
              di Toko Buku Monte Cristo

Pada suatu hari tersebutlah kisah
seorang raja yang gundah di samping selingkuh istri
dan para panglima. Maka keluarlah perintah
untuk mengasah senjata, menyiapkan tentara
dan mengatur barisan panah. Sebuah tour kekuasaan
tengah disiapkan, ucap Dumas
sambil menghirup pipanya dengan nyaman
dekat perapian yang menyala.
Ketika barisan tentara bergerak
dan pedang berkilau-kilau di bawah surya,
ada yang mengendap-endap
ke peraduan sang permaisuri jelita, seperti....

Cerita yang lapuk dan kurang inspirasi: cerewet
dan tanpa teknologi, potong Jules Verne.
Mari kukisahkan perjalanan menyelam
puluhan ribu mil di bawah laut, berkelana
ke pusat bumi atau mengelilingi dunia
dalam 80 hari. Bayangkan: Dunia!
bukan cinta dan kesumat yang serba berlarat-larat
di ranjang kekuasaan. Kisah-kisah cemar
dan menjemukan.

Tapi anak muda, apa yang kau tahu soal dunia?
Gumam Dumas, menahan sabar. Sttt. Kemarilah
akan kukisahkan cerita-cerita simpanan
kepahlawanan dan skandal
di lorong-lorong istana. Tahukah engkau
jenderal perkasa itu sebenarnya.... Sudahlah
Pak Tua. Mari kuberi tahu Anda
perkara menghitung ketepatan hari
dan mengurus ditel rencana. Mana mungkin
dada montok dan liur jendral atau bangsawan
bisa membawa kita ...

Anak muda! Peduli setan dengan perjalanan
ke bawah lautmu. Jika pedang para Jenderal
sudah dihunus, apakah kau pikir para tokohmu
masih berani muncul kembali ke permukaan laut.
Tapi Pak tua, dengan sedikit ilmu hitung,
seribu pedang dan orang pandir
bisa berbaris di belakangmu.
Secara teknologis, persoalan politik adalah…

Belum selesai Jules Verne menjelaskan perkara
pipa Dumas sudah melayang ke jidatnya.
Jules Verne menjambret asbak
dan melemparkannya ke hidung Dumas.
Perkelahian tak terhindarkan. Di luar gerimis
dan suhu membeku. Bagaimana

jika kubacakan sajak-sajakku, nyanyian negeri tropis
semacam selingan bagi Paris?
Serentak keduanya menoleh padaku.
Hei Pendatang baru! Cukuplah
kepala Si cantik Antoinette yang menggelinding
kian-kemari di hati kami. Abad-abad lewat
tapi masih kautuliskan juga
kisah-kisah terbelakang, cerita-cerita
semacam bangsa yang repot belajar
jadi manusia. Aku yakin Si Pandir Jules Verne ini
tak bakal berani berkeliling di sana
berapa hari pun waktunya. Dan ha ha ha
mana dia punya nyali menyelam tiga depa saja
di kedalaman airmata berbau amis lautmu sana.

Tapi Pak Tua, hardik Jules Verne, aku yakin
Si Monte-Cristo juga tiga Musketeermu
tak bakal berani jadi ksatria dan bangsawan
di sana. Bayangkan! Bahkan Si Ageng Mangir
sudah menjadi mantu raja dan takluk pula,
toh kepalanya pecah berhamburan
di bawah kaki sang mertua.

Saudara-saudara, beri aku kesempatan bicara
sebentar saja. Aku memang dari dunia ketiga
tapi sebenarnya ada banyak harapan
hati baik dan masa depan, tunggu lah sejenak lagi
kemiskinan dan kekerasan akan tinggal berdebu
di ruang museum dan kitab lama,
akan kami bangunkan negeri kami
sebuah masa depan yang ….

Aku termangu. Tak ada lagi Dumas dan Verne.
Toko buku Monte Cristo telah jauh di belakangku.
Di depanku lengang. Kesiur angin
dan dingin menjulang
seperti kubah Sacre Ceur. Kulekapkan
mantelku sambil tertatih
mencari jalan pulang.

© Komodo Books
From: Lumbung Perjumpaan
Komodo Books, 2011
Audio production: Haus für Poesie / 2015