Para Penziarah Sejarah

bungabunga berdarah ditaburkan di atas mimpi kematianku.
manusia. segumpal kesamaran tipudaya dan ketelanjangan jiwa.
manusia membukit dalam hutan fatamorgana. bentangan tanah
di bawah putaran musim dan sistem tatasurya yang kacau.
belahanbelahan batu gunung mengalirkan sungai warna merah
menuju rumahrumah belasungkawa. orangorang berpesta
dengan golok dan pedang di tangan. orangorang yang meringkuk
di balik kesombongan sejarah yang ditulis di atas lontar terbakar,
menyusun rencana ajal demi ajal dengan pidato suci dalam narasi
kebenaran yang panjang dan memabokkan.

seorang bayi menunggu ajal ibu yang menyusuri selasela tanah pecah.
menyusu peradaban gelap dan mati. seorang bayi sejarah di tumpukan
tubuhtubuh sepi: bagai rumah jiwa kosong dengan dinding bertempelan
gambar pertumpahan darah dan papan reklame ideologi,
pidato moral dan kobaran perang melawan diri sendiri. manusia...

seorang bayi memeluk ajal ibu yang meringkik bagai kuda tunggang
el-maut. terhunus pedang dari susunya yang tak pernah mengalirkan
kehidupan. jutaan bayi lain merangkak menuju kesiasiaan yang gila.
tuhan yang kukenal kucaricari... tapi aku hanya melihat mereka. manusia.

Melbourne, 2002

© Dorothea Rosa Herliany
Melbourne

Der Stein

Auf den Vulkanstein auf meinem Schreibtisch ist Verlass.
Ich stelle seine Anwesenheit fest.
Er bringt mich zurück in diesen Raum, zu diesem Schreibtisch, diesem Körper.
Ich beobachte den Stein. Er ist ein Auge schwer vor Stille.
Er ist ein Ohr das Raum auffrisst.
Er ist eine Erinnerung an einen klaren Tag auf der Insel Samosir.
Er bringt mich zurück in diesen Raum, zu diesem Schreibtisch, meinem Körper.
Wie der Uluru* verblüfft er die Sterne, spricht
Du weißt nicht, was es ist, dem du gleichst.
Identität, Lavastein und Wüste sind dasselbe.

*Uluru – „Schatten spendender Platz“, Bezeichnung der Aborigines für den Ayers Rock

Aus dem Englischen von Wolfgang Görtschacher & Andreas Schachermayr